Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) atau yang sekarang lebih dikenal dengan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dalam 2 dekade terakhir berupaya melakukan reformulasi terhadap desain gerakan yang selama ini dilakukan dalam mendorong perubahan di masyarakat. Perubahan yang dimaksud adalah tumbuhnya kesadaran kritis di kalangan masyarakat agar mereka berani menyuarakan hak-hak mereka dan memberikan kritik konstruktif terhadap penyelenggara pemerintah, terutama yang berkaitan dengan pemenuhan hak dasar masyarakat dalam bidang pelayanan publik.
Kalau selama ini OMS menampilkan strategi gerakan dengan lebih banyak pada strategi konfrontasi dengan pengambil kebijakan (pemerintah), maka pilihan strategi ini sudah tidak menjadi mainstream dalam gerakan OMS. Upaya ini adalah suatu bentuk metarmofosis dalam desain strategi gerakan di OMS. Metamorfosis itu dapat dicirikan dalam bentuk :
a.OMS mengarahkan perubahan keadaan di masyarakat yang tadinya diam atau hanya menerima keadaan, menjadi lebih berani untuk bersuara mengungkapkan keinginannya (dari diam dirubah menjadi bersuara).
b.OMS mengarahkan perubahan keadaan para aktivis OMS dari yang semula hanya berteriak tanpa fakta dan analisis, menjadi para aktivis OMS yang dalam gerakannya berdasarkan analisis dan berhitung (dari berteriak diubah menjadi berhitung dan menganalisis).
c.OMS mengarahkan keadaan masyarakat dari pihak yang semula hanya mampu bereaksi menjadi pihak yang mampu melakukan gerakan/aksi guna memberitahukan pihak-pihak yang berkepentingan (dari bereaksi dirubah menjadi Aksi).
d.OMS mengarahkan keadaan masyarakat dari pihak yang semula hanya mampu memberikan respon sesaat, menjadi pihak yang mampu melakukan aksi yang informatif dan berkelanjutan (dari merespon sesaat diubah menjadi aksi yang berkelanjutan).
Agar desain strategi gerakan tersebut dapat berhasil maka dukungan data berdasarkan dari fakta yang dapat dipertanggungjawabkan adalah hal yang mutlak dilakukan.
Masalah umum yang sering didapati di OMS adalah masih lemahnya kemampuan OMS dalam menyajikan analisis suatu masalah berdasarkan data yang berisi fakta dan dapat dipertanggungjawabkan. Kelemahan ini disebabkan oleh kurangnya penguasaan metodologi dalam mengolah suatu fakta agar menjadi data yang “berbunyi”, yang berdampak pada keringnya penelitian-penelitian yang dilakukan dari unsur-unsur kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan berprespektif disiplin ilmu sosial.
Penulis dalam bulan Ramadhan ini melakukan safari penelitian bersama-sama dengan teman-teman di KOPEL yang sementara menangani program Consolidation of Civil Society in Monitoring the Accountability of Local Budget (Di Kota Parepare-Sulsel, Kota Kupang-NTT, Kab. Bantul-DI Yogyakarta) yang merupakan kerja sama UNI EROPA dengan KOPEL, dan program Strengthing Integrity and Accountability Program (SIAP) II (Kab. Sinjai), kerja sama YAPPIKA dan KOPEL atas dukungan USAID, menjadikan survey sebagai instrumen dalam ikhtiar mewujudkan KOPEL sebagai sebuah lembaga OMS yang sarat dengan analisis berbasis data.
Satu hal yang menggembirakan adalah apresiasi yang terpancar dari masyarakat sipil baik itu parlemen group maupun komunitas dampingan KOPEL untuk melibatkan diri dalam penelitian yang sementara dilakukan. Virus untuk mendesain gerakan yang lebih sistimatis dan lebih berbobot nampaknya sudah mulai menular ke masyarakat sipil yang nota bene selama ini jauh dari gerakan yang berbasis penelitian.
Disadari bahwa dengan keterlibatan dalam kegiatan seperti ini akan memberi dampak pada penguatan masyarakat sipil. Dampak tersebut antara lain, tambahan pengetahuan terutama dalam bagaimana menyusun sebuah kerangka survei dengan metodologi yang tepat dapat terpahami, kemudian bagaimana dari data yang sudah dikumpulkan dapat dianalisisi sehingga menjadi data yang dapat “berbunyi”, dan terkahir adalah hasil analisis tersebut menjadi “senjata” dalam melakukan advokasi kebijakan publik di daerah masing-masing. Semoga. [dari Sinjai, 12 Agustus 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar